
Pengembalian uang hasil korupsi tidak secara otomatis menghapus kesalahan dan hukuman pelaku korupsi.
Dalam sistem hukum di Indonesia (dan banyak negara lain), pengembalian kerugian negara hanya menjadi salah satu faktor yang meringankan, bukan membebaskan pelaku dari pidana.
Berikut penjelasannya:
1. Prinsip Pidana Korupsi
Korupsi bukan hanya soal kerugian negara, tapi juga soal penyalahgunaan kekuasaan, integritas, dan kepercayaan publik.
Karena itu, pelaku tetap bisa dihukum meski uang dikembalikan.
2. UU Tindak Pidana Korupsi
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pidana.
Tapi bisa dijadikan pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman (Pasal 4 menyebut:
“Pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku”).

3. Aspek Moral dan Efek Jera
Jika koruptor cukup mengembalikan uang dan langsung bebas, maka akan muncul kesan bahwa:
” Korupsi tidak apa-apa, asal bisa bayar balik kalau ketahuan.”
Ini tentu merusak efek jera dan mencederai keadilan sosial.
Kesimpulan:
Pengembalian uang korupsi tidak menghapus kesalahan dan hukuman, tapi hanya dapat meringankan hukuman berdasarkan pertimbangan hakim.
(Dolly Siregar)